0 comments

Beti Mendua

Published on Senin, 12 September 2011 in

Skenario : My Project Fantasy
Goresan by : Tsurayya Azzahra

Karya ini oh maaf ini belum pantas disebut karya.  Saya lebih senang mentasbihkan ini sebagai goresan.  He... he... he.... secuil ide siapa sangka berbuah manis. Ta...daa... sukses rupanya didapat. Halahhh kebanyakan ngeles simak yuk...!! baca secara cermat. Kritik dan sara membangun amat ditunggu. Thanks!!
 
Komplek Perumahan Km.5.  Lembayung berarak membelai pagi, surya beranjak menampakan diri meniti hari demi hari.  Hari ini hari yang semestinya biasa menjadi tak biasa.  Pagi ini Bu’ Andi mewajarkan hal tampak tidak wajar dalam potret sudut pandang penilaian sang suami.

Bu  Andi                 :  (Berdiri menghadap cermin lemari pakaian kuno terbuat dari ukiran pohon jati).  Bah…. o…. abah…….
                                 (Bu Andi berpose ke kiri dan kekanan bak model papan atas.  Sesekali ia merapikan bentuk tata rias wajah beberapa menit lalu baru saja usai dipoles.  Sedangkan mulutnya tetap tiada henti komat kamit memanggil sosok Abah berulang-ulang kali. Bu’ Andi mulai kesal).  Nah, mano nia Abah inih……
Pak Andi                :  (Tergopoh-gopoh Pak Andi menghampiri istri tercinta).  Ado apo mek? Alangke pecak sirunyo.

Bu Andi mengibas-ibaskan kepala, sebentar kiri lalu sebentar lagi kekanan aksi pamer pada Pak Andi.  Bahwsanya telah terjadi suatu perubahan pada diri beliau di pagi ini.

Pak Andi                :  (Sejenak Tercekat).  Astagfirullahal’zim…. astagfirullahal’zim, ya Alloh jauhke hamba-Mu ini dari setan yang te’kutuk.  (Terhenyak sandarkan diri, clingak-clinguk mengaruk-garuk kepala mengalihkan pandangan).  Siapo kau? (Pak Andi menghardik sosok yang sebenarnya tidak lain adalah istrinya).

Bu Andi memulai kata pertama, ketika baru akan membuka suara pertama beliau mengurungkan niat terhalang menyasikan aksi Pak Andi mencari-cari keberadaannya yang sesungguhnya tengah berada tepat dihadapannya.

Pak Andi                :  (Betah terhadap kebingungan).  Mek…. mek dimano?, tadi pecak penting nian manggil-manggil abah, sekarang lah idak katek pulo.
Bu Andi                  :  (Berkacak pinggang.  Memasang wajah garang).  Abah…. (Bu Andi Meninggikan intonasi suara).  Apo Abah idak tejingok Julia Peres di depan Abah nih…..??  Siti Zubaidah alias Beti binti Taufik Ny. Andi Hermawan.
Pak Andi                :  Cacam…. cacam…… apo iyo nian ini mek bini Abah.  Oiii mek, Abah ngiro setan nyasar dari mano?
Bu Andi                  :  Aayy Abah nih.  Mestinyo Abah tuh bangga punyo bini emek.  Makonyo bah rajin-rajin nyingok TV.  Ini Fesyen bah…. fesyen…. mak ini ari lagi negtrend. (Bangga sekaligus ngotot).
Pak Andi                :  Oiii nah, payo nyingok umur mek.  Malu samo umur.  Nyaing-nyaingi anak mudo.  Sadar umur mek. Emek tuh idak do mudo lagi.  (Pak Andi mengomentari dandanan Bu’ Andi).
Bu Andi                  :  Emek ari ini ado aresan samo ibu-ibu RT. Abah jagolah rumah.  (Bu Andi menutup perdebatan.  Enggan melanjutkan diskusi yang diperkirakan akan memakan waktu lama.  Dan jika dilanjutkan itu berarti ia akan terlambat arisan).
Pak Andi                :  Emek pegi arisan.  Klu’ mak itu lemak aku ke Pasar nyari pelet si lohan.  Nah iyo… iyo…. ndak nunggu apo lagi payo begancang….

Pak Andi melenggang kepasar Km.5 tak jauh dari lingkungan kediamannya.  Menatap kejauhan sepintas Pak Andi mendapati sosok Pak Anton yang tengah disubukan aksi tawar-menawar ikan.
Pak Anton               :  Oiii Andi. (Melambaikan tangan)
Pak Andi                 :  Lagi apo? Alangke pecak sirunyo.
Pak Anto                :  Ini Pak Andi, melike beti kepalak iwak gabus.  Idak galak makan kalu idak kepalak gabus nian.
Pak Andi                 :  Beti.  Itukan bini aku.  Kepalak iwak gabus kehobian emek.  Apolagi digulai pindang.  Nah, bener nian bisik-bisik tetanggo kalu emek selingkuh.  Ohhh ternyato ini selingkuhan emek.  (Pak Andi asyik bermain dengan pikirannya seraya manggut-manggut membenarkan analisa dugaannya).
Pak Anton               :  Belanjo lah cukup galo. (melongok barang belanjaan).  Pak Andi aku lah selesai belanjo.  Kalu mak itu payo aku balek duluan.
Pak Andi                 :  Yo lajulah.  Aku masih ndak ngider-ngider pasar.
Pak Andi                 :  Mumpung ado kesempatan ndak ku lajuke nian.  (Geramnya dalam hati)

Diam-diam tanpa sepengetahuan Pak Anton, Pak Andi membuntuti Pak Anton menuju rumahnya.  Yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari pasar.
Pak Andi                 :  Emek.  Hati-hati kau emek.  Idak katek ampun pokoknyo.  (Menggulung lengan baju, mengekspresikan rasa marahnya atas kelakukan sang istri).

Setiba persis tepat di depan rumah Pak Anton.  Pak Andi mendyembunyikan dirinya dibalik rumah tetangga sebelah rumah Pak Anton.  Yuhuu…. Pengintaian sukses dilakukan.  Pak Andi bersiap-siap menunggu waktu yang tepat untuk muncul.  Pak Anton merogoh kunci disaku bajunya.  Membuka pintu lalu meyapa……
Pak Anton              :  Beti…. beti…. beti…. Abah balek….
Pak Andi                :  Idak salah lagi.  Oooo…. Arisan di rumah Pak Anton ruponyo.  Pantas bae akhir-akhir ini gilo bedandan.  (Membenarkan kecurigaan).
Pak Andi                :  Payo aman mak itu kito selesaike hari ini jugo.  (Mata membulat.  Wajah merah padam.  Amarahnya benar-benar telah memucak setinggi puncak jaya wijaya).
Pak Anton              :  (Terus memangil-manggil lantaran sang lakon utama belum juga menampakan batang hidungya).  Beti…. beti…. beti…. (Pintu rumah telah dibuka tetapi sang empunya nama tidak muncul juga)

Sesaat setelah seruan kedua makhluk imut pemilik nama muncul berlarian terbirit-birit bergegas menghampiri Pak Anton.
Beti                        :  (Aww…. aww…. yihuuu….. lakon utama datang dan membuat siapapun terkesima oleh ulah dan tingkahnya).  Meong…. meoong…. meoong……
Pak Andi                :  (Uppsstt langkah Pak Andi tercekat mematung diam).  Ooohhh…. belang tigo.  Ya saman. (Memukul pelipis keningnya.  Menyesali atas kekhilafannya).

0 comments

Ijinkan Aku Jadi Pahlawan

Published on Kamis, 01 September 2011 in

Saya akan coba menyebutkan secara spontan—siapa saja nama pahlawan Indonesia jaman dulu; yang laki-laki ada Pattimura, Imam Bonjol, Hasanuddin, dll. Kalau yang perempuan ada Cut Nyak Dien, lalu mmm… Cut Mini. Eh bukan ya?? Saya kok lupa ya. Jaaah…, malu saya.
Kenapa saya bisa lupa sama pejuang atau pahlawan dari Indonesia sendiri?? Parah banget. Apa Anda mengalami itu juga?? Bayangkan, saya tahunya malah Superman, Batman, Pahlawan Bertopeng, Ultraman, Voltus, Power Ranger dan sejenisnya—yang semuanya adalah produk industri dan besar karena media. Sial!! Tulisan ini bukan curhat tapi ajakan untuk berkontemplasi, melihat wajah kita sendiri—generasi muda yang lupa dengan semangat nasionalismenya.

Sempat saat chat saya menanyakan kepada seorang teman yang kebetulan blogger juga. “Nama pahlawan yang kau kenal ada berapa? bisa sebutkan??”, pinta saya. Dia berpikir sejenak lalu mengetikkan nama-nama pahlawan yang ingin saya tahu itu. “Ada Ahmad yani, Tendean, WR Supratman, DI Panjaitan, Yos Sudarso, Bung Hatta, Bung Karno, Syahrir, Supriyadi, DN Aidit, Sisingamangaraja, Diponegoro, Jaka tingkir, Bung tomo, Hasanudin, Pangeran Antasari, Imam Bonjol, Sultan Ageng Tirtayasa, Dewi Sartika, Martina Martha Tiahahu, Kartosuwiryo. Itu yang pas kebetulan ngelintas aja”, tegas dia. Widiiih, banyak sekali. Kenapa saya cuma bisa inget empat nama saja yaa?

Selanjutnya saya menanyakan lagi beberapa teman yang sedang online. “Eh, cita-citamu apa saat kecil? Saat masih berumuran TK atau SD gitu?”. Jawabannya variatif, ada yang klise, konyol, tapi ada juga yang seriusan. Orang pertama menjawab; “saya ingin jadi pilot”. Orang kedua, “saya ingin jadi pensiunan soalnya bisa nggak usah kerja tapi dapat duit”. Orang ketiga mengatakan; “ingin jadi desainer mobil, soalnya saya suka nggambar mobil di buku saat masih SD dulu”. Dan orang terakhir menjawab tegas; “berguna bagi nusa dan bangsa”.

Kok nggak ada yang ingin jadi pahlawan sih (termasuk saya). Cita-cita saya suka berubah dari kecil hingga dewasa. Tidak konsisten. Begitu bahasa kerennya. Selalu berubah-ubah seiring waktu berjalan. Mungkin karena faktor tidak pede kali ya. Saya tidak pernah tertarik dengan cita-cita klise—bocah kecil sebaya saya—macam dokter, arsitek, dan sebagainya. Saya tertarik untuk jadi kura-kura ninja, jadi Tintin sang petualang, atau jadi pelukis kayak Leonardo Da Vinci.

Ehm…, saya kemudian mengambil hipotesa awal. Kalau sejak dini seorang bocah tidak kenal dengan pahlawannya, bagaimana kalau besar nanti?? Pernahkan Anda berpikir seperti ini?? Okelah, biarkan mereka (baca: bocah-bocah itu) bercita-cita sesuai dengan keinginannya tapi jangan lupa kita juga punya kewajiban untuk mengarahkan, mengenalkannya kepada pejuang—dari negeri sendiri. Bukan pahlawan jagoan dari negeri dongeng atau negeri impian yang dilahirkan oleh media itu. Jadi jangan sampai ada yang mirip nasib saya. Mari kita beri perhatian lebih kepada mereka.

Selamat mengenang (kembali) hari pahlawan. Sudahkah Anda buat posting tema ini??

Salam kreatif!!


Sumber :

0 comments

Pluto Menghilang

Published on Minggu, 28 Agustus 2011 in

Sudah 4 tahun lalu Pluto terhapus dari daptar planet di tata-surya kita. Alasannya adalah redefinisi kriteria planet oleh International Astronomical Union (IAU) pada tahun 2006, setelah pertemuan sekitar 2000 astronom dunia di Prag. IAU memandang perlu untuk membuat definisi dari “planet” yang sebelumnya masih belum jelas (baca vague). Konsekuensinya Pluto turun peringkat menjadi planet-kerdil (dwarf planet).
Ada tiga kriteria utama dari sebuah planet; planet harus memiliki orbit mengitari matahari, harus memiliki massa yang cukup besar sehingga memiliki bentuk (kurang lebih) bulat seperti bola, dan harus mampu menyapu objek-objek yang berada di lintasan orbitnya. Kriteria yang di klaim menjatuhkan Pluto dari definisi planet adalah yang terakhir, setelah beberapa objek ditemukan di sekitar lintasannya. Lintasan Pluto sesungguhnya berada pada sebuah sabuk atau ring matahari yang diberi nama Sabuk Kuiper (Kuiper Belt). Sabuk ini dihuni oleh banyak sekali objek-objek langit, dan Pluto mewakili objek terbesar penghuni sabuk ini.

Sebenarnya dua kriteria yang lain pun memberatkan sebagai kandidat planet. Dari segi lintasannya, Pluto memiliki orbit yang sangat eksentrik. Jarak terdekat dan terjauh ke matahari adalah 4.4 Milyar km, 7.4 Milyar km. Pada satu saat Pluto memiliki jarak lebih dekat ke matahari dibanding Neptunus. Lintasan elips ini membentuk bidang dengan kemiringan 17° dari bidang ekliptik, yaitu bidang yang dibentuk oleh lintasan bumi terhadap matahari. Kemiringan ini sangat ekstrim jika dibanding dengan planet lain. Kemiringan bidang lintasan planet terhadap ekliptik yang terbesar dimiliki oleh Merkurius, yaitu 7°.
Walaupun dari segi bentuk tidak ada masalah, dari segi ukuran Pluto bisa dikatakan terlalu kecil. Massa Pluto adalah sepertujuh dari massa bulan kita, dengan diameter 2300 km, dua per tiga dari diameter bulan (3476 km). Dibanding dengan objek lain yang dianggap satelitnya, yakni Charon, diameternya hanya kurang lebih dua kali lebih besar. Charon juga sebenarnya terlalu besar untuk dijadikan “bulan” untuk Pluto. Perbandingan ukuran yang tidak jauh ini mengakibatkan Charon tidak mengitari Pluto pada porosnya. Kedua objek ini sama-sama bergerak mengitari, sehingga Pluto dengan Charon bagaikan putaran dumble yang berat ujung-ujungnya sedikit berbeda. Beberapa astronom kemudian mengkatagorikan sebagai planet-kerdil ganda (dwarf double planet).

Bagi masyarakat Amerika Serikat, keputusan IAU ini sangat tidak mengenakkan. Pluto adalah satu-satunya “planet” yang ditemukan oleh orang Amerika. Akibatnya, banyak protes dan demonstrasi menentang IAU. Kasus diskualifikasi Pluto memiliki muatan emosional yang sangat kuat, sehingga ada pernyataan bahwa “Pluto akan tetap menjadi planet selamanya di langit New Mexico!”.

Saya tidak tahu secara pasti apakah dalam buku-buku pelajaran di Indonesia Pluto masih planet atau bukan, akan tetapi ini adalah satu dari fungsi koreksi diri dari ilmu pengetahuan, yang juga pernah terjadi sebelumnya. Sekitar abad 18, Ceres, sebuah objek yang memiliki lintasan diantara Mars dan Jupiter, dianggap Planet yang kedelapan. Akan tetapi, setelah ditemukan objek-objek lain disekitarnya, Ceres pun didiskualifikasi dari jajaran planet. Mendebat diskualifikasi IAU terhadap Pluto, beresiko untuk memasukkan Ceres kembali dalam daptar planet.

Rujukan: Die Große Kosmos Himmelskunde, Dieter B. Hermann.