0 comments

Ijinkan Aku Jadi Pahlawan

Published on Kamis, 01 September 2011 in

Saya akan coba menyebutkan secara spontan—siapa saja nama pahlawan Indonesia jaman dulu; yang laki-laki ada Pattimura, Imam Bonjol, Hasanuddin, dll. Kalau yang perempuan ada Cut Nyak Dien, lalu mmm… Cut Mini. Eh bukan ya?? Saya kok lupa ya. Jaaah…, malu saya.
Kenapa saya bisa lupa sama pejuang atau pahlawan dari Indonesia sendiri?? Parah banget. Apa Anda mengalami itu juga?? Bayangkan, saya tahunya malah Superman, Batman, Pahlawan Bertopeng, Ultraman, Voltus, Power Ranger dan sejenisnya—yang semuanya adalah produk industri dan besar karena media. Sial!! Tulisan ini bukan curhat tapi ajakan untuk berkontemplasi, melihat wajah kita sendiri—generasi muda yang lupa dengan semangat nasionalismenya.

Sempat saat chat saya menanyakan kepada seorang teman yang kebetulan blogger juga. “Nama pahlawan yang kau kenal ada berapa? bisa sebutkan??”, pinta saya. Dia berpikir sejenak lalu mengetikkan nama-nama pahlawan yang ingin saya tahu itu. “Ada Ahmad yani, Tendean, WR Supratman, DI Panjaitan, Yos Sudarso, Bung Hatta, Bung Karno, Syahrir, Supriyadi, DN Aidit, Sisingamangaraja, Diponegoro, Jaka tingkir, Bung tomo, Hasanudin, Pangeran Antasari, Imam Bonjol, Sultan Ageng Tirtayasa, Dewi Sartika, Martina Martha Tiahahu, Kartosuwiryo. Itu yang pas kebetulan ngelintas aja”, tegas dia. Widiiih, banyak sekali. Kenapa saya cuma bisa inget empat nama saja yaa?

Selanjutnya saya menanyakan lagi beberapa teman yang sedang online. “Eh, cita-citamu apa saat kecil? Saat masih berumuran TK atau SD gitu?”. Jawabannya variatif, ada yang klise, konyol, tapi ada juga yang seriusan. Orang pertama menjawab; “saya ingin jadi pilot”. Orang kedua, “saya ingin jadi pensiunan soalnya bisa nggak usah kerja tapi dapat duit”. Orang ketiga mengatakan; “ingin jadi desainer mobil, soalnya saya suka nggambar mobil di buku saat masih SD dulu”. Dan orang terakhir menjawab tegas; “berguna bagi nusa dan bangsa”.

Kok nggak ada yang ingin jadi pahlawan sih (termasuk saya). Cita-cita saya suka berubah dari kecil hingga dewasa. Tidak konsisten. Begitu bahasa kerennya. Selalu berubah-ubah seiring waktu berjalan. Mungkin karena faktor tidak pede kali ya. Saya tidak pernah tertarik dengan cita-cita klise—bocah kecil sebaya saya—macam dokter, arsitek, dan sebagainya. Saya tertarik untuk jadi kura-kura ninja, jadi Tintin sang petualang, atau jadi pelukis kayak Leonardo Da Vinci.

Ehm…, saya kemudian mengambil hipotesa awal. Kalau sejak dini seorang bocah tidak kenal dengan pahlawannya, bagaimana kalau besar nanti?? Pernahkan Anda berpikir seperti ini?? Okelah, biarkan mereka (baca: bocah-bocah itu) bercita-cita sesuai dengan keinginannya tapi jangan lupa kita juga punya kewajiban untuk mengarahkan, mengenalkannya kepada pejuang—dari negeri sendiri. Bukan pahlawan jagoan dari negeri dongeng atau negeri impian yang dilahirkan oleh media itu. Jadi jangan sampai ada yang mirip nasib saya. Mari kita beri perhatian lebih kepada mereka.

Selamat mengenang (kembali) hari pahlawan. Sudahkah Anda buat posting tema ini??

Salam kreatif!!


Sumber :

0 comments

Pluto Menghilang

Published on Minggu, 28 Agustus 2011 in

Sudah 4 tahun lalu Pluto terhapus dari daptar planet di tata-surya kita. Alasannya adalah redefinisi kriteria planet oleh International Astronomical Union (IAU) pada tahun 2006, setelah pertemuan sekitar 2000 astronom dunia di Prag. IAU memandang perlu untuk membuat definisi dari “planet” yang sebelumnya masih belum jelas (baca vague). Konsekuensinya Pluto turun peringkat menjadi planet-kerdil (dwarf planet).
Ada tiga kriteria utama dari sebuah planet; planet harus memiliki orbit mengitari matahari, harus memiliki massa yang cukup besar sehingga memiliki bentuk (kurang lebih) bulat seperti bola, dan harus mampu menyapu objek-objek yang berada di lintasan orbitnya. Kriteria yang di klaim menjatuhkan Pluto dari definisi planet adalah yang terakhir, setelah beberapa objek ditemukan di sekitar lintasannya. Lintasan Pluto sesungguhnya berada pada sebuah sabuk atau ring matahari yang diberi nama Sabuk Kuiper (Kuiper Belt). Sabuk ini dihuni oleh banyak sekali objek-objek langit, dan Pluto mewakili objek terbesar penghuni sabuk ini.

Sebenarnya dua kriteria yang lain pun memberatkan sebagai kandidat planet. Dari segi lintasannya, Pluto memiliki orbit yang sangat eksentrik. Jarak terdekat dan terjauh ke matahari adalah 4.4 Milyar km, 7.4 Milyar km. Pada satu saat Pluto memiliki jarak lebih dekat ke matahari dibanding Neptunus. Lintasan elips ini membentuk bidang dengan kemiringan 17° dari bidang ekliptik, yaitu bidang yang dibentuk oleh lintasan bumi terhadap matahari. Kemiringan ini sangat ekstrim jika dibanding dengan planet lain. Kemiringan bidang lintasan planet terhadap ekliptik yang terbesar dimiliki oleh Merkurius, yaitu 7°.
Walaupun dari segi bentuk tidak ada masalah, dari segi ukuran Pluto bisa dikatakan terlalu kecil. Massa Pluto adalah sepertujuh dari massa bulan kita, dengan diameter 2300 km, dua per tiga dari diameter bulan (3476 km). Dibanding dengan objek lain yang dianggap satelitnya, yakni Charon, diameternya hanya kurang lebih dua kali lebih besar. Charon juga sebenarnya terlalu besar untuk dijadikan “bulan” untuk Pluto. Perbandingan ukuran yang tidak jauh ini mengakibatkan Charon tidak mengitari Pluto pada porosnya. Kedua objek ini sama-sama bergerak mengitari, sehingga Pluto dengan Charon bagaikan putaran dumble yang berat ujung-ujungnya sedikit berbeda. Beberapa astronom kemudian mengkatagorikan sebagai planet-kerdil ganda (dwarf double planet).

Bagi masyarakat Amerika Serikat, keputusan IAU ini sangat tidak mengenakkan. Pluto adalah satu-satunya “planet” yang ditemukan oleh orang Amerika. Akibatnya, banyak protes dan demonstrasi menentang IAU. Kasus diskualifikasi Pluto memiliki muatan emosional yang sangat kuat, sehingga ada pernyataan bahwa “Pluto akan tetap menjadi planet selamanya di langit New Mexico!”.

Saya tidak tahu secara pasti apakah dalam buku-buku pelajaran di Indonesia Pluto masih planet atau bukan, akan tetapi ini adalah satu dari fungsi koreksi diri dari ilmu pengetahuan, yang juga pernah terjadi sebelumnya. Sekitar abad 18, Ceres, sebuah objek yang memiliki lintasan diantara Mars dan Jupiter, dianggap Planet yang kedelapan. Akan tetapi, setelah ditemukan objek-objek lain disekitarnya, Ceres pun didiskualifikasi dari jajaran planet. Mendebat diskualifikasi IAU terhadap Pluto, beresiko untuk memasukkan Ceres kembali dalam daptar planet.

Rujukan: Die Große Kosmos Himmelskunde, Dieter B. Hermann.