0 comments

Seribu Satu Cara Iblis Menggoda Iman Manusia

Published on Minggu, 08 Januari 2012 in

Siang menjelang dzuhur. Salah satu iblis ada di Masjid.  Kebetulan hari itu Jum'at, saatnya berkumpulnya orang.  Iblis sudah ada dalam masjid.  Ia tampak begitu khusyuk.  Orang mulai berdatangan.  Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk dan masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan angin.


Pada setiap orang, iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap jamaah yang hadir.  Iblis juga menempel disetiap sajadah.  "Hai, Blis!", panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu.  Iblis merasa terusik: "Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai.  Tidak perlu kau larang-larang saya.  Ini hak saya untuk mengganggu setiap orang dalam Masjid ini", jawab Iblis ketus.

"Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci, kalau Kau mau mengganggu, kau bisa diluar nanti!", Kiai mencoba mengusir.
"Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru". Kiai tercenung.
"Saya sedang menerapkan sistem baru, untuk menjerat kaummu".
"Dengan apa?"
Dengan sajadah!"
"Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?"

"Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah.  Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar.  Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demikeuntungan besar!"

"Ah, itukan cara lama yang memang sering kau pakai.  Tidak ada yang baru, Blis?", tukas pak Kiai.
"Bukan itu saja Kiai...."
"Lalu?"
"Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah.  Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu menbuat sajadah yang lebar-lebar"
"Untuk apa?"

"Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap Kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, saya akan lebih leluasa, masuk masuk dalam barisan sholat.  Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang.  Dan saya ada dalam kerenggangan itu.  Disitu Saya bisa ikut membentangkan sajadah".

Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus.  Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah.  Keduanya berdampingan.  Salah satunya memiliki sajadah yang lebar.  Sementara satu lagi, sajadanya lebih kecil.

Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan kirinya.  Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jama'ah lain yang sudah lebih dulu datang.  Tanpa berfikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.

Keduanya masih melakukan sholat sunnah.
"Nah, lihat itu, Kiai". Iblis memulai dialog lagi.
"Yang mana?", tanya Kiai.

"Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu.  Mereka punya sajadah yang berbeda ukurannya.  Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka".

Iblis lenyap. Ia sudah masuk kedalam barisan shaf.  Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunnah.  Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya.  Pemilik sajadah lebar, rukuk.  Kemudian sujud.  Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahnya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil.  Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya.  Ia kemudian berdiri.  Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.  Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar.  Itu berjalan sampai akhir sholat.

Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terlihat di beberapa masjid.  Orang lebih memilih di atas, ketimbang menerima di bawah.  Di atas dajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya.  Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka ia, akan meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil.  Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.

Pemilik sajadah lebar, diidentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain.  Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan menjadi sub-ordinat dari orang-orang yang berkuasa.  Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu mengusai orang lain.  "Astaghfirullahal adziiim", Ujar sang Kiai pelan.


Sumber :